Pendidikan Agama Islam di era globalisasi menghadapi tantangan unik dalam membimbing generasi muda di tengah derasnya arus informasi. Internet dan media sosial telah membuka gerbang pengetahuan tanpa batas, namun juga membawa risiko penyebaran hoaks, ideologi menyimpang, dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidikan agama harus beradaptasi, membekali siswa dengan filter moral dan spiritual untuk menghadapi realitas digital ini.
Salah satu kunci Pendidikan Agama Islam di era globalisasi adalah pengembangan literasi digital Islami. Siswa harus diajarkan tidak hanya cara mengakses informasi, tetapi juga kemampuan memverifikasi kebenarannya (tabayyun) dan memfilter konten yang tidak sesuai. Ini termasuk mengenali tanda-tanda hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda radikal yang seringkali menyamar sebagai kebenaran agama.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam perlu diperkaya dengan materi yang relevan dengan isu-isu kontemporer. Diskusi tentang etika bermedia sosial, bahaya cyberbullying, pentingnya menjaga privasi online, serta cara berdakwah yang efektif dan damai di platform digital, harus menjadi bagian integral. Ini mempersiapkan siswa untuk menjadi warga digital yang bertanggung jawab dan berakhlak mulia.
Peran guru PAI pun mengalami pergeseran. Mereka tidak lagi hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi juga fasilitator dan pembimbing dalam menavigasi dunia digital. Guru harus melek teknologi, mampu memanfaatkan media digital secara positif untuk pembelajaran, dan siap berdiskusi dengan siswa tentang tantangan dan peluang yang muncul dari arus informasi global.
Pendidikan Agama Islam juga harus menanamkan sikap wasathiyah (moderasi) dalam beragama. Di tengah informasi yang ekstrem dan interpretasi sempit, siswa perlu diajarkan pemahaman Islam yang toleran, inklusif, dan rahmatan lil ‘alamin. Ini membekali mereka dengan ketahanan ideologis untuk menolak paham-paham yang menyimpang dan merugikan kerukunan umat.
Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran PAI dapat menjadi alat yang sangat ampuh. Aplikasi belajar Al-Qur’an, platform e-learning, video edukasi interaktif, hingga penggunaan media sosial untuk diskusi positif, dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan. Ini memanfaatkan minat siswa pada teknologi untuk tujuan yang konstruktif dan Islami.
Penguatan fondasi akidah dan akhlak adalah benteng terpenting. Dengan keimanan yang kokoh dan karakter yang kuat, remaja akan memiliki filter internal untuk menghadapi berbagai informasi. Mereka akan mampu membedakan yang hak dan batil, serta memilih untuk berpegang teguh pada nilai-nilai Islam meskipun dihadapkan pada godaan atau tekanan dari arus informasi global.
Keterlibatan orang tua sangat krusial dalam mendukung Pendidikan Agama Islam di rumah. Kolaborasi antara sekolah dan keluarga dalam memantau penggunaan media sosial anak, memberikan bimbingan, dan menanamkan nilai-nilai agama secara konsisten akan menciptakan ekosistem pendidikan yang kuat dan protektif bagi remaja.
Singkatnya, Pendidikan Agama Islam di era globalisasi harus proaktif dan adaptif. Dengan memadukan literasi digital, kurikulum relevan, guru yang kompeten, dan penguatan fondasi moral, kita dapat membekali generasi muda untuk menghadapi arus informasi dengan bijak. Tujuannya adalah mencetak individu yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berintegritas, moderat, dan siap menjadi agen kebaikan di dunia nyata dan maya.