Melatih Nalar Santri: Analisis Mendalam dalam Pengajian Kitab Kuning

Pengajian kitab kuning di pesantren bukan hanya tentang menghafal teks, tetapi juga tentang melatih nalar santri agar mampu menganalisis, memahami, dan menginternalisasi ajaran agama secara mendalam. Tradisi keilmuan ini telah terbukti efektif dalam membentuk intelektual muslim yang kritis dan rasional, sebuah kebutuhan esensial di tengah kompleksitas zaman.

Dalam pengajian kitab kuning, santri tidak hanya disuapi informasi. Mereka diajak berdiskusi, berdebat, dan mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul dari teks. Metode bahtsul masail, misalnya, adalah forum diskusi ilmiah yang secara khusus dirancang untuk melatih nalar santri dalam memecahkan permasalahan kontemporer dengan merujuk pada teks-teks klasik. Ambil contoh, pada hari Jumat, 7 Maret 2025, pukul 14.00 WIB, di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, para santri senior terlibat dalam bahtsul masail mengenai hukum jual beli online dalam perspektif fiqih klasik. Diskusi ini tidak hanya mengasah kemampuan berpikir logis, tetapi juga melatih mereka untuk berargumentasi secara sistematis dan sesuai kaidah keilmuan.

Proses analisis dalam pengajian kitab kuning juga mencakup pemahaman konteks historis dan sosial di balik setiap hukum atau ajaran. Santri didorong untuk tidak menerima begitu saja, melainkan menggali latar belakang, asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), atau asbabun wurud (sebab munculnya hadis). Ini adalah cara efektif untuk melatih nalar santri agar tidak terjebak pada pemahaman tekstual semata, melainkan mampu menelaah implikasi yang lebih luas. Letnan Satu (Lettu) Teguh Prasetyo, seorang alumni pesantren yang kini bertugas di Kodim 0501 Jakarta Pusat sejak 1 Januari 2024, kerap menyampaikan bagaimana didikan pesantren, khususnya dalam menganalisis kitab kuning, membantunya dalam mengambil keputusan strategis yang mempertimbangkan berbagai aspek.

Meskipun tantangan seperti kesulitan bahasa Arab klasik dan kompleksitas materi seringkali muncul, para kiai dengan sabar membimbing santri. Mereka menggunakan berbagai pendekatan, termasuk mengaitkan materi dengan isu-isu kekinian, untuk membuat pengajian lebih menarik dan relevan. Ini adalah bagian dari upaya berkesinambungan untuk melatih nalar santri agar mereka tidak hanya menjadi penghafal, tetapi juga pemikir yang independen.

Dengan demikian, pengajian kitab kuning adalah laboratorium intelektual yang luar biasa. Ia tidak hanya mewariskan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan kerangka metodologis yang kuat untuk melatih nalar santri menjadi pribadi yang kritis, analitis, dan mampu menghadapi tantangan zaman dengan bekal ilmu yang mendalam.