Kurikulum Abadi”: Relevansi Pembelajaran Fiqih dan Usul Fiqih dalam Menyikapi Isu Kontemporer

Meskipun Fiqih (hukum Islam praktis) dan Usul Fiqih (metodologi penetapan hukum) adalah disiplin ilmu klasik, Relevansi Pembelajaran keduanya dalam menyikapi isu kontemporer dan modern ternyata sangat tinggi dan berkelanjutan. Relevansi Pembelajaran Fiqih dan Usul Fiqih bukan hanya terletak pada pengetahuan tentang ibadah dasar, tetapi pada kerangka berpikir metodologis yang esensial untuk menjawab tantangan hukum Islam baru, mulai dari etika digital hingga ekonomi syariah modern. Keberadaan kurikulum abadi ini menjadi Bekal Filosofis Pesantren yang paling penting bagi santri di era yang terus berubah.

Usul Fiqih adalah kunci untuk memahami Relevansi Pembelajaran ini. Usul Fiqih mengajarkan kaidah-kaidah logis (qawa’id fiqhiyyah) dan metode penalaran hukum (istinbath), seperti qiyas (analogi), istihsan (preferensi hukum), dan maslahah mursalah (kemaslahatan umum). Kaidah-kaidah ini memungkinkan ulama dan santri untuk menyikapi isu-isu baru yang tidak pernah ada pada masa Nabi Muhammad dan generasi awal Islam. Sebagai contoh, pertanyaan tentang hukum cryptocurrency yang muncul pada tahun 2024, diselesaikan bukan dengan mencari dalil spesifik, melainkan dengan menerapkan kaidah Usul Fiqih tentang risiko, spekulasi, dan mata uang. Musyawarah yang diadakan oleh Lembaga Bahtsul Masail (Forum Kajian Hukum) di pesantren pada hari Jumat, 17 Januari 2025, secara khusus menggunakan metode Usul Fiqih ini.

Lebih jauh, Membedah Metode Pembelajaran kitab-kitab Fiqih melatih santri untuk berpikir sistematis dan detail. Mereka belajar bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi hukum, dan bahwa hukum itu sendiri bersifat hirarkis dan kontekstual. Fiqih mengajarkan Membangun Moralitas Personal dengan kesadaran akan tanggung jawab dan akuntabilitas individu. Misalnya, saat membahas etika kedokteran, santri harus memahami hukum transplantasi organ, yang merupakan gabungan dari kaidah dharurat (keterpaksaan) dan maslahah (kemaslahatan).

Dengan menguasai Fiqih dan Usul Fiqih, santri memiliki alat analisis yang tangguh. Mereka tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi mampu berijtihad (mencari jawaban hukum) dengan metode yang diakui. Strategi Pesantren dalam mempertahankan disiplin ilmu ini memastikan bahwa lulusan mereka dapat menjadi rujukan otoritatif di tengah kebingungan informasi digital, membawa solusi hukum yang relevan, otentik, dan kontekstual bagi masyarakat modern.