Pondok pesantren di Indonesia memiliki peran historis dan fundamental sebagai pusat pendidikan yang memastikan Estafet Ilmu keislaman terus berjalan dari generasi ke generasi. Lebih dari sekadar mengajarkan, pesantren adalah kawah candradimuka yang secara sistematis mencetak kader ulama masa depan, individu-individu yang mumpuni dalam ilmu agama dan siap menjadi pelita bagi umat. Proses Estafet Ilmu ini adalah fondasi bagi keberlangsungan tradisi keilmuan Islam di Nusantara.
Salah satu ciri khas pesantren dalam memastikan Estafet Ilmu adalah melalui sistem sanad keilmuan. Para kiai atau ulama di pesantren memiliki mata rantai guru yang bersambung hingga kepada Rasulullah SAW, memastikan keaslian dan kemurnian ajaran yang disampaikan. Santri belajar langsung dari kiai, mendalami kitab-kitab klasik (kitab kuning) dalam berbagai disiplin ilmu seperti tafsir, hadis, fikih, ushul fikih, tasawuf, dan bahasa Arab. Metode sorogan (santri membaca kitab di hadapan kiai) dan bandongan (kiai membacakan dan menerangkan kitab) adalah tulang punggung proses ini, melatih pemahaman mendalam dan ketelitian santri. Sebuah studi oleh Lembaga Studi Pesantren dan Masyarakat (LSPM) pada 23 Juni 2025 menunjukkan bahwa metode tradisional ini efektif dalam membentuk pemahaman komprehensif terhadap literatur keislaman klasik.
Selain itu, lingkungan pesantren yang sarat nilai dan tradisi juga mendukung Estafet Ilmu. Santri hidup dalam komunitas yang berfokus pada pembelajaran dan ibadah. Mereka tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga melalui interaksi sehari-hari dengan kiai, ustadz, dan sesama santri. Disiplin, kemandirian, dan etos keilmuan yang tinggi ditanamkan secara konsisten. Ini membentuk karakter ulama yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan memiliki spiritualitas yang mendalam. Para alumni pesantren seringkali melanjutkan jejak kiai mereka, mendirikan pesantren baru atau menjadi pengajar di berbagai lembaga pendidikan, melanjutkan Estafet Ilmu kepada generasi berikutnya.
Peran pesantren dalam mencetak kader ulama juga diwujudkan melalui program-program khusus seperti tahfidz Al-Quran intensif, penguasaan berbagai qira’ah, dan pendalaman ilmu tafsir. Banyak santri yang berhasil menghafal Al-Quran 30 juz dan menguasai berbagai disiplin ilmu agama sebelum menyelesaikan pendidikan di pesantren. Pada 21 Juni 2025, Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Amin di Jawa Tengah mewisuda 50 santri hafiz dan hafizah yang siap menjadi dai dan pengajar Al-Quran di berbagai daerah.
Dengan demikian, pesantren adalah institusi vital yang memastikan Estafet Ilmu keislaman terus berlanjut. Melalui tradisi keilmuan yang kuat, bimbingan para ulama, dan lingkungan yang mendukung, pesantren terus mencetak kader ulama masa depan yang berilmu, berakhlak, dan siap membimbing umat.